FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM

Cari di blog ini

Pasar Modal Syariah

I.    PENDAHULUAN
      Secara garis besar sektor moneter atau sektor non riil terdiri dari dua kategori, yaitu pasar pasar uang dan pasar modal. Pasar uang mengandung pengertian bertemuanya permintaan dan penawaran mata uang lokal dan asing. Dengan kata lain perdagangan valas. Adapun pasar modal yaitu bertemunya transaksi antara penyedia modal dan pihak yang membutuhkan modal dengan menggunakan instrumen saham, obligasi, reksa dana dan instrument derivatif lainnya.
      Pada artikel ini, penulis menyajikan informasi yang berkenaan dengan pasar modal syariah. Mengutip dari www.idx.co.id bahwa pengertian dari Pasar Modal Syariah adalah pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain.
      Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MoU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).
      Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun instrumen pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan prinsip syariah.
      Perkembangan selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan obligasi syariah pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali obligasi syariah dengan akad sewa atau dikenal dengan obligasi syariah Ijarah.
      Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrumen baru yaitu Reksa Dana Indeks dimana indeks yang dijadikan sebagai underlying adalah Indeks JII. Hingga Juni 2010 JII telah merilis update terbaru listing emiten Pasar Modal Syariah yang dapat Anda lihat disini. Adapun tujuan diadakannya indeks Islam tersebut adalah sebagai tolak ukur untuk mengukur kinerja investasi pada saham yang berbasis syariah dan meningkatkan kepercayaan para investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti syariah.
      Dalam operasionalnya, pasar modal syariah diatur melalui fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI dan peraturan yang diterbitkan oleh BAPEPAM-LK yaitu :
1. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.
2. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
3. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.

II.   INSTRUMEN DAN SKEMA PASAR MODAL SYARIAH
      Di Indonesia ada tiga macam instrument pasar modal yaitu : saham syariah, obligasi syariah (sukuk), dan reksa dana syariah.
a. Saham Syariah
    Saham merupakan satuan nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Dengan menerbitkan saham, memungkinkan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk 'menjual' kepentingan dalam bisnis dengan imbalan uang tunai. Sementara dalam prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti bir, dan lain-lain.
    Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinisp syariah. Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Indeks (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Adapun prosedur perdagangan saham syariah, bahwa setiap perusahaan yang memiliki kuota saham tertentu memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, untuk membuat deal atas sahamnya. Tugas agen ini adalah mempertemukan perusahaan tersebut dengan calon investor, dan bukan membeli atau menjualnya secara langsung. Saham-saham tersebut dijual ataupun dibeli jika memang tersedia. Jika banyak pihak yang menginginkan saham tertentu, maka mereka terlebih dahulu harus terdaftar sebagai applicant, dan saham tersebut kemudian dijual/dibeli dengan prinsip first-come-first-served (siapa datang dulu dia dilayani). Skema tersebut berbeda dengan perdagangan saham konvensional yang membolehkan transaksi short selling. short selling merupakan suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham di mana investor/trader meminjam dana (on margin) untuk menjual saham (yang belum dimiliki) dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pijaman saham ke pialangnya pada saat saham turun. Bisa dipastikan adanya short selling akan membuka pintu spekulasi, yang akibatnya harga saham bukan ditentukan oleh nilai intrinsik yang terkandung didalam saham melainkan ditentukan oleh permintaan dan penawaran.
b. Obligasi syariah
    Obligasi syariah menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai mudhorib dan investor pemegang obligasi sebagai shohibul maal. Sementara emiten yang menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi persyaratan yang masuk dalam kriteria indeks islam. Pada perdagangan obligasi syariah tidak boleh diterapkan harga diskon atau harga premium yang jamak digunakan pada obligasi konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adalah al-hawalah yaitu transfer service atau pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil sehingga jual beli obligasi syariah hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo. Di Indonesia ada dua macam obligasi syariah yang diakui :
    1.  Obligasi syariah mudhorobah. Obligasi ini memiliki skema dengan menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten.
    2.    Obligasi syariah ijarah. Adapun obligasi dengan sistem ini menggunakan akad sewa, sehingga fee ijaroh (kupon) bersifat tetap, dan bisa diketahui/ditentukan sejak awal obligasi diterbitkan.

c. Reksa dana syariah
    Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) mendefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
    Adapun Reksa Dana Syariah merupakan Reksa Dana yang mengalokasikan seluruh dana/portofolio kedalam instrument syariah seperti saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Indeks (JII), obligasi syariah, dan berbagai instrument keuangan syariah lainnya yang dikelola oleh manajer investasi. Dengan kata lain, modal yang diperoleh dari masyarakat dikelola oleh manajer investasi baik di pasar modal maupun pasar saham. Biasanya manajer investasi menawarkan kepada pembeli reksadana syariah yang bersifat jangka pendek di pasar uang dan reksadana syariah jangka panjang di pasar modal. Bagi pemodal, reksa dana memiliki keuntungan tersendiri :
1. Pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Artinya dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang.
2. Reksa Dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah, namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal memiliki pengetahuan tersebut.
3. Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka pemodal tidak perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena
hal tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut.


III. Perbedaan Pasar Modal Syariah dan Pasar Modal Konvensional
Perbedaan mendasar antara Pasar Modal Syariah dan Pasar Modal Konvensional dapat dilihat pada table berikut :
 
NO
INDIKATOR
Pasar Modal Syariah
Pasar Modal Konvensional
1.
Emiten
Dari perusahaan yang operasionalnya tidak melanggar prinsip-prinsip Islam.
Tidak ada batasan dan kriteria tertentu mengenai perusahaan penerbit saham
2.
Harga Saham
Ditentukan oleh nilai intrinsik dalam saham.
Ditentukan oleh supply and demand.
3.
Instrumen yang Diperdagangkan
Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksadana Syariah.
Saham, obligasi, reksadana, opsi, waran, right.
4.
Jenis Indeks
-          Jika indeks dikeluarkan oleh emiten konvensional, maka perhitungan indeks saham digolongkan memenuhi kriteria-kriteria syariah.
-          Jika indeks dikeluarkan oleh emiten syariah, maka indeks didasarkan pada seluruh saham yang terdaftar di perusahaan syariah.
Tidak ada pemisahan antara emiten halal dan haram.

IV. ANALISIS
      Secara garis besar, sektor non riil/ sektor moneter terbagi dalam dua kategori yaitu pasar uang dan pasar modal. Perekonomian konvensional melihat pasar uang dan pasar modal tersebut sebagai sarana investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif untuk mendapatkan keuntungan yang cepat dan besar. Apa yang terjadi di pasar modal tidak selalu berhubungan dengan bursa efek yang merupakan pertemuan orang yang membutuhkan modal dengan para investor yang hendak menanamkan modal pada suatu perusahaan. Karena sebenarnya pertemuan tersebut hanya terjadi sekali di pasar perdana yaitu saat IPO (initial public offering). Pasar perdana itu sendiri adalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada investor. Namun kedua pihak ini tidak bertemu langsung, melainkan melalui pihak perantara. Setiap IPO, investor bebas memilih untuk memegang sahamnya dalam jangka waktu lama sebagai bentuk investasi / menahan sebentar kemudian menjualnya di pasar sekunder bila melihat pergerakan harga saham menunjukkan adanya margin. Perdagangan di pasar sekunder itulah yang terjadi dan meramaikan bursa efek setiap harinya.
      Sektor non riil tidak dapat dipisahkan dari kegiatan spekulatif. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan permisalan seseorang yang membeli saham dengan harapan harga saham akan naik, yang sehingga tindakan tersebut memicu kenaikan harga saham yang bersangkutan. Kaegiatan spekulasi itulah yang membuat orang semakin terdorong untuk membeli saham lagi.
      Selain dengan cara ‘jujur’ diatas, para spekulan juga seringkali berbuat curang dalam perdagangan saham. Bisa saja investor dan broker mempermainkan harga saham dengan tujuan menguasai saham perusahaan tertentu yang dibeli dengan harga murah bahkan/ dibawah harga normal melalui rekayasa transaksi atau dengan menghembuskan isu-isu yang berdampak negatif terhadap perusahaan sehingga harga sahamnya jatuh. Akibatnya, terjadi kepanikan luar biasa di kalangan investor, khususnya di kalangan investor awam sehingga mereka melepaskan saham yang mereka pegang dengan harapan dapat menghindari kerugian yang begitu besar.
      Konsep pasar modal syariah menawarkan prinsip dasar yang sedikit berbeda dari pasar modal konvensional, dengan harapan dapat sedikit mengeliminir praktik spekulasi yang terjadi pada perdagangan saham. Pertama, bila pada pasar modal konvensional penetapan harga saham berdasar supply and demand maka pada pasar modal syariah berpatok pada nilai intrinsik yang dikandung di dalam saham. Ini lebih fair. Nilai intrinsik saham didasarkan pada keadaan perusahaan sebenarnya. Dan tidak seorangpun diperbolehkan untuk membeli atau menjual pada berbagai level harga kecuali berdasar pada regulasi harga yang telah ditetapkan (yaitu yang senilai dengan nilai intrinsik saham itu). Kedua, adalah penelitian account books secara cermat. Praktek standar manajemen bisnis dan akunting harus diterapkan pada semua perusahaan yang telah memiliki kuota saham tertentu. Kemudian, perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak untuk meneliti kebenaran dari balance sheet suatu perusahaan. Selanjutnya, tiap perusahaan harus mengumumkan posisi keuangannya setiap tiga bulan sekali, sehingga publik akan tahu berapa sesungguhnya nilai intrinsik dari sahamnya minimal 4 kali dalam setahun. Setiap perusahaan pasti memiliki tanggal penutupan yang berbeda-beda, sehingga tanggal pengumuman posisi keuangan juga pasti berbeda. Dengan demikian, paling tidak setiap minggu sepanjang tahun akan ada penutupan dan pengumuman posisi keuangan. Hal tersebut akan membuat pasar tetap aktif.
      Namun apakah selamanya Islam membenarkan dan menghalalkan transaksi pasar modal syariah terutama jual-beli saham? Seperti yang telah diketahui bahwa saham merupakan instrument yang diterbitkan oleh perseroan terbatas (PT) dan perseroan terbatas pulalah yang mencatatkannya di bursa efek untuk diperdagangkan di pasar modal. Meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur riba, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi, hal itu tetap tidak membedakan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional secara menyeluruh. Boleh dikatakan bahwa badan usaha yang menerbitkan saham syariah harus beroperasi dalam norma-norma syariah. Namun yang menjadi permasalahan adalah jenis badan usaha yang menerbitkan saham tersebut yaitu perseroan terbatas. Apalagi permasalahan ini tidak disinggung secara eksplisit dalam perkembangan wacana pasar modal syariah karena saham merupakan instrument utama yang diperdagangkan oleh PT guna mendapatkan pendanaan atas kegiatannya.
      Perseroan terbatas merupakan suatu bentuk badan usaha yang dianggap bathil oleh Islam. Kebathilan sebuah perseroan terbatas terletak pada tanggung jawab yang terbatas. Ketika perusahaan merugi, para kreditur dan pemilik hak lainnya tidak dapat menuntut perusahaan sedikitpun. Mereka hanya bisa menuntut atas haknya sebatas aset perusahaan yang tersisa. Sisi kebathilan lain adalah bahwa didalam PT tidak terdapat dua pihak/ lebih yang melakukan akad ijab Kabul. Tetapi yang ada berupa pembelian saham oleh siapa saja sebatas kehendak pribadinya yang sifatnya sepihak. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa pihak-pihak yang ikut serta dalam PT meleburkan dirinya dengan jalan pembagian komposisi kepemilikan saham oleh pendiri pendiri pada saat perseroan terbatas tersebut pertama kali didirikan, kemudian pihak yang datang belakangan dengan jalan membeli saham yang dijual manajemen perseroan terbatas pada saat IPO atau di pasar perdana, dan pihak yang membeli saham dari pihak lain di pasar sekunder. Dengan demikian di dalam perseroan terbatas tidak terdapat dua pihak atau lebih yang melakukan akad serta ijab dan qabul tetapi yang ada berupa pembelian saham oleh siapa saja sebagai kehendak pribadinya yang bersifat sepihak. Artinya untuk menjadi rekanan/patner bagi seseorang dalam suatu perseroan terbatas maka cukup baginya dengan membeli saham perseroan terbatas tersebut.
      Dari uraian tersebut diatas telah jelas bahwa hokum dari perseroan terbatas adalah bathil, maka saham yang dikeluarkan oleh institusi tersebut adalah bathil pula. Meski ada wacana bahwa pembelian saham di pasar modal syariah bertujuan investasi bukan spekulasi, itupun juga tidak menghilangkan kebathilan dalam pasar modal syariah. Karena meskipun dengan membeli saham seseorang memiliki hak atas suatu perseroan, namun tidak memenuhi syarat sah seseorang yang bergabung dalam perseoran menurut hukum syara’.
     Permasalahan lain yang muncul, yakni dari emiten yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal syariah meski pengelola pasar modal syariah telah me-listing dengan ketat emiten mana saja yang boleh masuk. Ada satu hal yang luput dari seleksi yaitu pembatasan emiten tidak boleh terlibat transaksi dan utang piutang ribawi dalam batas maksimal tertentu. Biasanya ada ketentuan bahwa batas maksimal aset yang mengandung riba adalah kurang dari 30%. Namun permasalahnnya bukan tentang presentase banyak atau sedikitnya aset yang tercampur dengan barang ribawi. Karena sedikit saja suatu barang yang terkontaminasi unsure riba, maka telah menjadi haram hukumnya. Dengan demikian saham yang diterbitkan dan diperdagangakan dari suatu emiten yang terlibat unsur ribawi menjadi haram. Sebab terjadi percampuran antara modal yang halal dengan modal yang haram, sehingga tidak bisa dipilah-pilah lagi mana modal murni dengan bunganya. Saat ini di Indonesia dan di belahan dunia lainnya, sangat sulit untuk menemukan suatu perseroan terbatas yang terbebas dari unsur-unsur ribawi.

V.   KESIMPULAN
      Sesungguhnya transaksi yang terjadi di pasar modal baik yang syariah maupun konvensional merupakan tindakan spekulasi, padahal spekulasi :
a. Berbeda jauh dengan investasi meskipun diantara keduanya ada kemiripan. Perbedaan mendasar diantara keduanya ada ‘spirit’ yang menjiwainya. Spekulan membeli sekuritas bertujuan untuk mendapat keuntungan yang besar dan singkat, sedangkan investor membeli sekuritas untuk berpartisipasi langsung pada dunia bisnis.
b. Meningkatkan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat tanpa memberikan kontribusi apapun baik yang positif maupun produktif.
c. Merupakan sumber terjadinya krisis keuangan.
      Perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya. Sedangkan perbedaan indeks saham islam dengan indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Hanya saja secara menyeluruh konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda. Karena instrumen yang diperdagangkan dalam pasar moda syariah dan pasar modal konvensional adalah saham.
      Mengenai konsep pasar modal syariah itu sendiri, yakni yang berkaitan dengan saham sebagai instrumen utama di dalam pasar modal syariah, maka syara’ tidak membolehkan perdagangan saham. Begitu pula menerbitkan saham dengan tujuan menambah permodalan perusahaan, membeli saham dengan tujuan investasi dan memperdagangkannya untuk mengambil keuntungan (capital gain) dari selisih harga (margin) merupakan kegiatan batil dalam Islam.
(wallahua'lam bis showaab)