FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM

Cari di blog ini

INTRODUKSI

Berbicara tentang ekonomi syariah maka yang ada dalam benak pikiran kita adalah segala bentuk transaksi perekonomian yang berlabel syariah. Mulai dari perbankan, asuransi, pegadaian, investasi, dana reksa dll. Meski geliat perekonomian syariah baru terlihat dalam beberapa dasawarsa terakhir (khususnya di Negara kita ini) namun pertumbuhannya begitu menjanjikan. inilah kemudian yang menarik banyak elemen untuk bertaruh dan bersaing dalam kancah perekonomian, yang sehingga banyak persusahaan finansial yang semula kekeuh berkiblat pada undang-undang konvensionalnya beralih pada undang-undang islam baik dengan membuka cabang syariahnya maupun dengan mendirikan yang baru. Oleh sebab itu tidak heran bila booming perekonomia syariah dewasa ini banyak digunjing oleh berbagai pihak dengan sebutan aji mumpung.

Seiring bermunculannya lembaga-lembaga finansial berbasis syariah, muncul pula desas-desus keraguan tentang sistem yang berjalan didalamnya yaitu keraguan murni dan tidaknya embel-embel syariat itu sendiri. Keraguan tersebut muncul karena sistem yang berjalan masih bermuara pada undang-undang yang dibentuk oleh manusia (konvensional). Hal tersebut tidak terlepas dari campur tangan manusia yang ‘memodifikasi’ ketentuan syara’ yang sebenarnya bersifat qoth’iy. Akan tetapi hal tersebut juga tidak bisa serta merta disalahkan, mengingat semakin kompleksnya transaksi perekonomian yang didominasi oleh ekonomi konvensional.

Permasalahan lain, idealnya labelisasi syariah pada sektor perekonomian berpihak pada sektor riil. Namun hingga kini belum ada pengaruh yang signifikan terhadap sektor tersebut, padahal konsep ekonomi syariah di Indonesia terhitung sudah begitu lama diterapkan. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa ±90% uang*yang ada di negeri ini berputar pada sektor non riil!! Artinya hanya 10% uang yang berputar di sektor riil yang akibatnya banyak pengangguran di Indonesia, karena 10% tersebut tidak dapat mengcover kegiatan ekonomi makro. Mari sejenak kita tengok sejarah pertumbuhan ekonomi pada jaman Rosulullah. Satu contoh, saat itu upah yang diterima seorang pekerja berbanding lurus dengan keringat yang dikeluarkannya, bahkan Rosulullah begitu menekankan pada majikan untuk segera membayarkan upahnya pada pekerja. Beliau bersabda :

Bayarlah upah sebelum kering keringatnya.” (HR. Al-Baihaqi)

Fakta tersebut mencerminkan bahwa Islam begitu menjunjung tinggi sektor riil dalam kehidupan ekonomi. Selain contoh teladan diatas, Rosulullah juga memberikan contoh lain dalam perniagaannya dimana sehingga beliau dijuluki Al-Amiin karena integritasnya dalam berdagang. Rosulullah menjual barang yang berkualitas, selalu jujur terhadap customernya, lihai dalam bernegosiasi, dan mengirimkan barang tepat pada waktunya. Penulis akan memfokuskan pada contoh distribusi barang ala Rosulullah. Dalam pencatatan pembukuan akuntansinya, beliau menggunakan metode cash basis dimana beliau hanya mengakui pendapatan dimasa terjadinya transaksi. Dengan kata lain ada uang ada barang pada saat itu juga. Berbeda dengan system perekonomian kontemporer yang mengesahkan metode accrual basis dalam pembukuannya. Padahal metode tersebut dianggap tidak adil oleh beberapa kalangan.

Kedua fakta diatas merepresentasikan keharmonisan perekonomian pada jaman Rosullullah SAW. Fakta tersebut begitu kontradiktif dengan apa yang terjadi saat ini. Aturan-aturan ekonomi yang diciptakan oleh manusia justru menjadi boomerang bagi mereka sendiri. Masih segar ingatan kita begitu dahsyatnya krisis global yang mengguncang dunia beberapa waktu tahun yang lalu. gilaan orang-orang yang lebih senang memutar uangnya di sektor moneter.

Oleh karena itu, para cendekiawan muslim (khususnya) mencoba mencari jalan alternatif untuk mengeliminir transaksi-transaksi perekonomian tersebut dengan sedikit mengutak atik nash dan hukum yang telah ditetapkan oleh al-qur’an dan sunnah rosul menjadi transaksi yang berkesan halal meski bila dirunut lebih lanjut akan mengarah pada transaksi yang syubhat. Sebagai rujukan keabsahan suatu transaksi dalam ekonomi syariah, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI menuangkan undang-undang transaksi dalam fatwa-fatwanya. Kumpulan fatwa tersebut silahkan Anda download disini

Namun terlepas dari semua itu, penulis akan berbagi ilmu dengan sahabat-sahabat semua tentang transaksi perekonomian dalam islam yang kita kenal selama ini. Penulis mengharap, adanya diskusi dikemudian hari guna menambah wawasan penulis dan teman-teman sekalian.